Sen. Mar 20th, 2023

Tak jarang media dianalogikan sebagai pisau bermata dua, dalam waktu bersamaan penggunaannya dapat memicu manfaat dan mudharat. Dalam berbagai kebutuhan, media menjadi sorotan praktis untuk memudahkan akses kehidupan, tak terkecuali dalam proses dakwah. Sebelum lebih membahas pada proses dakwah, perlu untuk mengulas kembali eksistensi media masa dalam konstruksi sosial masyarakat.

 Masyarakat berdasarkan teori muncul akibat terjadinya konstruksi sosial. Konstruksi sosial ini membentuk dasar realitas sosial berupa fakta kepercayaan yang dipegang masyarakat dalam interaksinya. Konstruksi sosial sekarang bahkan juga merambah ke media massa seiring dengan perkembangan informasi yang pesat.

Konstruksi sosial media massa disebabkan manusia yang terbiasa menggunakan teknologi sehingga penyesuaian harus dilakukan, salah satunya pada bidang dakwah. Dakwah yang awalnya dilakukan secara langsung kini mulai diiringi dengan membagi informasi melalui media massa, seperti jejaring sosial ataupun situs internet. Perkembangan teknologi yang pesat ini harus dimanfaatkan secara optimal untuk menyebarkan nilai agama di dakwah dengan media sosial.

Pemahaman konsep konstruksi sosial dipahami dalam bentuk segitiga dialektika yang menjadi fondasi. Tiga dasar dalam konsep konstruksi sosial meliputi: eksternal, objektif, dan internalisasi. Ketiga konsep tersebut berkait dengan pemahaman individu dengan realitas di luar dirinya, interaksi sosial dalam antar individu, dan pemahaman penilaian subjektif yang meresap sehingga dipegang erat.

Baca juga :

Penerapan konstruksi sosial dalam dakwah bisa dilihat dengan adanya mazhab. Mazhab bisa dikata sebagai bentuk dialektika dalam internalisasi nilai Islam yang dalam perkembangannya ada banyak. Meskipun banyak mazhab yang dikenal tetapi semuanya tetap berpegang lurus dalam syariat Islam yang dijalankan walaupun dalam praktiknya mungkin ada sedikit perbedaan.

Peran media massa dalam komunikasi jika ditinjau secara sosiologis berperan sebagai realitas konstruktif. Realitas konstruktif terbentuk akibat hasil yang didapatkan media tidak dapat persis karena ditinjau dari ragam sudut pandang orang. Realitas konstruktif ini bisa dimanfaatkan sesuai dengan tujuan dakwah, yaitu amar ma’ruf nahi munkar untuk menegakkan kebenaran dan melarang yang salah yang diimplementasikan dalam komunikasi melalui media massa.

Penerapan teori konstruksi sosial dalam dakwah mengacu kepada beberapa poin seperti figur agama, masyarakat, dan media massa yang digunakan. Figur agama erat dengan saleh dalam ilmu agamanya seperti dai, kiai, dan ulama. Namun, figur lain seperti pemuka agama dan anggota pondok pesantren juga jadi atensi masyarakat dalam memandang figur agama dalam berdakwah. Sehingga diperlukan praktik praktis para figur agama yang saleh untuk melakukan pendekatan ke masyarakat dalam berdakwah menggunakan media sosial secara bijak supaya nilai negatif media tidak ditelan mentah oleh masyarakat.

Masyarakat sendiri cenderung kerap menelan segala hal di media buru-buru sehingga mudah terpapar banyak hal yang tidak benar seperti hoaks yang bertebaran di jejaring sosial. Paparan berulang dari kampanye digital yang tidak benar akan berpengaruh secara psikologi ke masyarakat untuk cenderung menerimanya. Sehingga perlu figur dakwah yang kompeten untuk mengantisipasi bahaya tersebut.

Praktik dakwah di media massa kini caranya variatif dengan bermacam hal untuk pendekatan. Hal tersebut sah saja dilakukan selama proporsi antara humor dan nilai agamanya pas tidak berat sebelah. Para dai sekarang memiliki tantangan dalam pemanfaatan media komunikasi untuk berdakwah, baik secara dakwah bil lisan yang berupa ceramah serta diskusi, dakwah bil al qalam yang berkait dengan tulisan serta quotes untuk generasi sekarang, dan bil hal yang memberikan contoh dalam menjalakan ajaran agama secara konsisten.

Pelaksanaan dakwah lewat media massa jika ditinjau dari segi sosial harus diperhatikan dengan seksama. Media massa tak dapat dipungkiri jika kerap mengarah pada kapitalisme dengan keberpihakan yang bias sehingga diperlukan teknik pendekatan yang sesuai dalam kegiatan dakwah berjalan lancar dan dapat diterima masyarakat secara baik.

Tinjauan berdasarkan konstruksi sosial tahapan dalam dakwah yang dibagi dalam penyiapan materi, penyebaran konstruksi, dan konfirmasi. Penyiapan materi dibuat dengan mempertimbangkan banyak hal yang tidak dapat diabaikan. Baik segi kapitalisme, masyarakat, kepentingan umum porsinya harus seimbang sehingga dakwah tetap berjalan lancar tanpa meninggalkan masalah seperti ketimpangan dalam kegiatannya.

Tahap sebaran konstruksi ditujukan kepada media yang harus menyebarkan informasi secara tepat tanpa bias dari materi yang disampaikan. Biasanya dalam menjalakannya diperlukan perhatikan pada konstruksi pembenaran yang menjadi kesadaran dan kemauan masyarakat atas kepercayaan informasi yang didapat serta konstruksi citra dari pelaku media massa. Oleh sebab itu, diperlukan sikap selektif dalam penggunaan media massa yang diiringi dengan penyajian dakwah yang disesuaikan dengan kelompok masyarakat yang dituju.

Terakhir adalah tahap konfirmasi. Pada tahapan ini pengguna media massa akan memberikan argumentasi dan akuntabilitas dari pilihan informasi yang didapat. Proses ini fondasinya berupa pemahaman dan rasa tanggung jawab dari pendengar atau pemirsa dakwah. Implementasi ini pada akhirnya dikembalikan pada individu itu sendiri dalam memahami dari dakwah yang disampaikan kepada pendengar atau penonton.

Dakwah sendiri merupakan komunikasi yang memiliki ciri khas dengan ajaran didalamnya mencakup amalan ammar ma’ruf nahi  munkar. Proses dakwah secara teknis terwujud dengan tindak komunikasi yang efektif melalui praktik komunikasi interpersonal bukan hanya verbal tapi juga non verbal.

Hal tersebut dapat dilakukan optimal dengan bertatap muka. Sehingga, di sini dikatakan bahwa konstruksi sosial dalam proses dakwah adalah cara bagaimana realitas baru dapat di konstruksi oleh seorang da’i melalui interaksi terhadap mad’u secara terus menerus, baik itu melalui media sosial maupun langsung di lapangan.

Konsistensi dalam berdakwah menjadi bagian dari perjuangan yang tidak ada habisnya, jangan sampai tenggelam dengan marakya informasi yang menjerumuskan. Walaupun media online merambah, menggiurkan kebermanfaatan sebarannya, namun bukan berarti kemudian kita menyudahi diri dalam berdakwah konvensional di lapangan.

Bagaimanapun sentuhan rohani perlu dengan pendekatan langsung ke masyarakat, sehingga dakwah tidak terkesan semu, sehingga tetap harus ada keberimbangan antara dakwah kontemporeer dan dakwah konvensional. Semoga kita semua senantiasa dalam lindungan Allah SWT dalam perjalanan menyeru kebaikan , Ma’as salaamah.

*). Penulis : Dessy Kushardiyanti, M.A

Dosen Komunikasi Penyiaran Islam IAIN Syekh Nurjati Cirebon

By admin

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *